MATOS:
DUA MATA PISAU
1.
Yasmin: Emi
2.
Harti: Maida
3.
Didit: Hamim
4.
Latifah: Fia
5.
Sukidi: Sukron
6.
Sigit: mas Fikkri
7.
Waluyo: Ardi
8.
Ibu Prem: Dian
9.
Narrator: Novi
SIANG
ITU TERIK, NAMUN SUDUT TEGAK LURUS YANG DIBUAT MATAHARI TERHADAP BUMI TIDAK
MENYURUTKAN SEMANGAT TIGA ORANG INI UNTUK MENJALANKAN SEBUAH MEGAPROYEK…
Yasmin: Jadi
kalau kalian tanya ideku stand apa yang paling cocok kita buat di Ngalam Tempo
Dulu yang diadain di tempat parkir bulan depan aku milih buat pamerin tembikar
atau gerabah, yah yang seperti itulah.. (sambil mengangsurkan gelas sirup dan
sepiring camilan untuk kedua temannya dari baki yang dibawanya).
Segera
setelah gelas berisi penuh es sirup itu mendarat di depan mereka, baik didit
maupun harti langsung meminumnya. kemudian melanjutkan percakapan mereka.
Didit: Wah,
idemu itu susah yas. Bikin tembikar itu lama dan butuh ketrampilan tinggi. 1
aja bisa bagi kita anak seni makan waktu 3 harian lembur, belum lagi
bakarnya. Kalau tembikar lebih hemat
tapi tetep aja buatnya lama. Iya kan Ti?
Harti: Iya
loh yas, tahu sendiri, acaranya bulan depan. Udah untung Pak Santoso bantuin
kita dan kenal panitia, jadinya walau telat daftar stand kita bisa ikut
berpartisipasi.
Yasmin: Terus
apa..? Mana idenya besok harus udah dikonfirmasikan ke rapat anak2 perwakilan
jurusan sefakultas. Ini nih, beratnya kalau ide stand bersama dipikul 1 jurusan
aja. Walau gantian tiap tahun.
Harti: Hem,
kita harus menyesuaikan sama lahan yang lebih sempit soalnya bukan lagi di Ijen
tapi di tempat parkir Matos. Yang dipamerin harus lebih beragam dibanding taun
kemarin.
Yasmin: Gimana
yaa..? Ngomong-ngomong masalah stand tahun kemarin, bukannya fakultas kita cuma
bisa partisipasi stand makanan sama foto-foto kegiatan masing-masing jurusan?
Harti: He
eh, tahun kemarin itu standnya membosankan.
Yasmin: Haaah…!
Pusing,, ni matahari gak bantuin banget sih, malah bikin kepalaku kayak tanah
sawah yang gak diairi.. Mlethek-mlethek… Huuft.
Harti: Uweslah,,
jo dienggo abot.. dipikir enteng wae yas.. Dit, nyangopo lo kok diem aja
daritadi..? (Yasmin dan Harti mengamati Didit)
Didit: (Tidak
menjawab, malah dari awalnya menulis-nulis sesuatu di atas kertas, sekarang
melayangkan pandangan ke atas seperti mencari-cari noda di plafon rumah Yasmin)
Yasmin
menarik kertas yang di hadapan Didit, baik Harti dan Yasmin hanya bisa melihat
goresan benang kusut disana. Keduanya saling memandang dan mengangkat
bahu/menggelengkan kepala. Yasmin akhirnya mengambil inisiatif untuk
membuyarkan lamunan Didit.
Yasmin: DIT…??!
Didit: (Kaget
dan gelagapan) MasyaAllah.. apa yas…? Ngagetin orang lagi mikir aja.
Harti: Kelamaan
lo mikirnya dit.. Kalau dari matamu keluar laser kaya Cyclops pemimpin X-men
mungkin tuh plafon udah bolong-bolong..
Yasmin: Iya
nih Didit, kaya lagi mikir perang Dunia ke tiga aja.
Didit: Kan
bagi kita hadirnya ide sekarang emang sepenting itu. Nah brooo, siap gak
nih buat stand Fakultas Sastra
terkompeten, permanen, keren, dan independen…??
Yasmin&Harti: Siaaaaaaap…?!!
(antusias)
Didit: Gini
nih..
BELUM
SEMPAT DIDIT MENYAMPAIKAN BUAH PIKIRANNYA, DATANGLAH MAMA YASMIN..
Latifah:
Assalamualaikum..
3
anak: Walaikumsalam…
Latifah: Wah lagi kumpul-kumpul nih,.
Harti: Inggih tante, pulang cepet ya?
Latifah: Iya
nih, tante sekarang cuma sebentar di shift siang. Nanti malam balik lagi. Yah
biasa pembaca acara berita, gak sibuk-sibuk amat. Udah, silahkan terusin
diskusinya. Tante cuma mau ngesis di samping kalian. Kalo gak keberatan looo..
Didit: Gak
keberatan kok tante.. kan di rumah sendiri, hehehe
Harti: Iya
nih tante, kita enjoy kok ditemenin tante. Sini tante,.
Yasmin: Ini
ma, sirup. Lagi panas gak ketulungan nih… Eh Dit, lanjutin gih tadi gimana usul
kamu?
Didit: Oh
iya, gini.. sebaiknya semua jurusan dari fakultas sastra ikut ngisi stand.
Misalnya nih, sastra Indonesia dan Inggris di pojokan stand bikin pojok baca
tulis buat anak-anak yang lesehan gitu, sekalian buat istirahat. Sastra Arab
bikin skets kaligrafi sederhana yang bisa kita ukirin buat hiasan dinding kan
bisa dijual tuh.
Yasmin: Wah
bagus tuh dit, anak-anak jurusan kita kan udah pada ahli tuh kalau masalah
kriya kayu. Terus…terus..?
Didit: Nah,
kalau sastra Jerman kan sering tuh belajar
ngapalin kosa kata sambil ngobrol sederhana dengan bantuan boneka tangan
dari kaos kaki. Mereka suruh nyumbang pertunjukan buat dilihat di stand kita.
Harti: Kalau
dari jurusan seni dan desain kayak kita?
Didit: Waah..
banyak yang bisa kita tampilkan.. (senyum memancing)
Harti: Oh..oh,,
kita terima aja semua hasil tangan semua mahasiswa yang ingin ditampilkan di
stand. Kalau kebanyakan, kita minta bantuan dosen dan kakak tingkat buat
milihin yang indah, berkarakter, dan bernilai jual. Gimana..?? (Harti
mengemukakan usulnya dengan antusias)
Yasmin: Wah
betul.. betul.., jalan keluar sudah ditemukan. Masalah improvisasi bisa
fleksibel diomongin besok. Horeee…
Latifah: Hem..
Cerdas kamu Dit.
Didit: Ah
tante, biasa aja kok.
Latifah: Ini
tentang Ngalam Tempo Dulu yang diadakan di tempat parkir Matos kan? Heem,,
Matos makin produktif aja. Awal-awal pembangunan aja yang menggemparkan Malang,
sekarang sepertinya semua pihak senang sama Matos. Eh, ada telepon.. tante ke
belakang ya. Jangan lupa makan siang, ini udah hampir ashar lo.
3 anak: iya
tante, iya ma…
Harti: Maksud
mama kamu apa yas? Tentang Matos.
Didit: Diingetin
makan siang jadi lapeeeer,.
Yasmin: Paling
juga demo masalah pembangunan Matos dulu. Udah lama banget deh kalau
dipikir-pikir. Ya udah yuk keluar cari makan,
di rumah belum masak soalnya.
KETIGANYA
BERANJAK DENGAN SEMANGAT MENINGGALKAN PANGGUNG UNTUK MEMENUHI PANGGILAN PERUT. KARENA
KASUS SUDAH DIPECAHKAN, JALAN PUN JADI RINGAN. TAPI, KIRA-KIRA APA YA YANG
TERJADI SAAT PEMBANGUNAN MATOS? KOK SAMPAI BIKIN GEMPAR MALANG SEGALA? MAU
TAHU..?
Seorang
pria berjas rapi di sebuah ruangan, di meja tertulis “Manajer” yang ternyata
jabatan pria tersebut. Manajer terlihat pusing membolak balik setumpuk
berkas-berkas di mejanya.
SEKITAR
10 TAHUN LALU, SAAT PROYEK PEMBANGUNAN MATOS DI JALAN VETERAN MILIK PT LIPPO
KARAWACI MULAI DIAJUKAN KE DPRD. PARA PEMERHATI LINGKUNGAN DAN PRAKTISI
PENDIDIKAN KOTA MALANG OTOMATIS MENOLAK.
NAMUN PIHAK “LIPPO MALL” TETAP MAJU. MANAJERLAH YANG DITUGASI MEMASTIKAN PROYEK
PEMBANGUNAN MATOS LANCAR HINGGA SELESAI.
Waluyo: (menelepon)
Sigit sudah di ruangannya belum? (jeda) Hem, oke.. nanti kalau sudah datang,
suruh dia naik ya. (berdiri meninggalkan berkas-berkasnya, memandang ke luar
jendela hingga membelakangi penonton).
Sigit masuk ruangan
Sigit: Bos
nyari saya?
Waluyo: Sudah
sejauh mana?
Sigit: Susah
bos, para pejabat masih mempertimbangkan protes dari masyarakat. Lagian ada
Perda tahun 2001 yang jelas-jelas menyatakan tanah di veteran merupakan lahan
Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Waluyo: (Balik
badan memandang Sigit dengan serius) Git, masalah ini sudah jadi tanggung jawab
kita. Apapun yang perlu dilakukan, lakukan..! Di jalan veteran harus berdiri
Mall milik perusahaan kita. (Menghela nafas) Duduk git..
Sigit:
Iya bos terimakasih (Duduk di kursi yang bersebrangan meja dengan bosnya). Sebenarnya
mudah saja membuat pihak kita menang bos, kita entah bagaimana harus bisa
merubah pendirian pejabat daerah.
Waluyo: Bagus,
memang itu yang kita butuhkan. Lahan itu mungkin memang dialokasikan buat
penghijauan. Tapi di Kota ini, memerlukan hiburan. Bayangkan kelak kalau mall
sudah berdiri di antara para remaja yang sedang bingung menguras kantong
mereka… Heem,, aku bisa mencium uang.
Sigit: Wah
pak Waluyo ini benar sekali,. Sekarang saya jadi ngerti jalan pikiran para
jajaran utama perusahaan Lippo. Tapi bukannya keberadaan mall di antara area
sekolah malah bikin kita dicurigai?
Waluyo: Nah
itu poin pentingnya..!
Sigit: Maksud
bos? Jadi kita terang-terangan membuat mall kita bercitra buruk bagi pelajar?
(wajahnya makin ruwet karena bingung)
Waluyo: Hahaha,,
begini pak Sigit.. Aku serahkan masalah ini sama kamu. Buat para pejabat itu
berubah pikiran dan menurunkan surat ijin pembangunan mall kita. Bujuk mereka,
atau apapun.. Masalah opini masyarakat tidak akam mampu menyentuh kita kalau mall
sudah berdiri.
Sigit: Bos
yakin opini masyarakat gak akan mempengaruhi penjualan di mall kelak..?
Waluyo: (Tersenyum
licik) Coba kamu pikir, kalau pejabat daerah sudah percaya sama kita, otomatis
aparat kepolisian juga lumpuh menghadapi kita. Kalau sudah begitu, coba sebut 1
saja masalah yang akan menghadang kita..? (Tidak benar-benar membutuhkan
jawaban)
Sigit: (Berfikir
sambil merenungkan kata-katanya sendiri) Yang paling mungkin memberontak dan
protes adalah masyarakat, mungkin beberapa waktu mereka bakal melakukan demo.
Tapi mereka tidak akan lebih jauh dari itu. Pembangunan akan kita lengkapi
dengan aparat pengamanan kita sendiri. Akhirnya unjuk rasa hanyalah unjuk rasa,
bila pejabat sudah ada di genggaman kita. (memandang sang manajer sambil tersenyum)
Waluyo: (Tersenyum
lebih lebar) Well, at least you see that problem like me.. (tangannya
menunjukkan jalan keluar). Silahkan pak Sigit, aku masih punya banyak
pekerjaan.
Sigit: Baiklah,
pokoknya anda tahunya beres. Permisi pak Waluyo..!
TERNYATA
APA YANG DIPREDIKSIKAN PAK WALUYO DAN PAK SIGIT HARI ITU BENAR-BENAR MENJADI
KENYATAAN. ENTAH BAGAIMANA MEREKA MEMBUAT WAKIL RAKYAT MENGABAIKAN PERDA YANG
MEREKA BUAT SENDIRI DAN MENURUNKAN SURAT IJIN PEMBANGUNAN MALL DI LAHAN
PENGHIJAUAN. SEJAK TURUNNYA IJIN PEMBANGUNAN, MASYARAKAT YANG DIPIMPIN OLEH
PARA MAHASISWA RUTIN MELAKUKAN UNJUK RASA DI DEPAN GEDUNG DPRD.
Panggung
disetting dengan 3 kursi, 1 kursi berjarak agak jauh dari 2 kursi lainnya
(tempat duduk Latifah).
SEMENTARA
ITU, MEDIA SEBAGAI “PENYAMBUNG
LIDAH RAKYAT” SANTER MELIPUT PERISTIWA PROTES TERHADAP PEMBANGUNAN MATOS. INI
JALAN TERAKHIR BAGI PUBLIK, KETIKA PUBLIK TANPA DAYA DIHADAPKAN PADA KEKUASAAN
OTORITER (NEGARA) DAN HEGEMONIK (PENGUSAHA). SALAH SATUNYA YAITU STASIUN TV DI
MALANG SENDIRI.
Latifah: Yak pemirsa, berikut ini adalah berita terpuncak yang
tengah santer dibicarakan di kota kita, Malang. Pembangunan pusat perbelanjaan
berskala regional MALANG KOTA KOTAK (Malang Town Square) di Kota Malang yang
berdiri diantara banyak lembaga pendidikan, dari Sekolah Dasar (SD) sampai
Perguruan Tinggi (PT) mengundang banyak kritik dari berbagai pihak, terutama
dari pemerhati dan praktisi pendidikan serta dari aktivis lingkungan. Untuk
lebih mengetahui alasan mereka, hari ini kami berhasil mengundang Dra. Premier
Hati Patricia sebagai wakil pemerhati dan praktisi pendidikan, serta Mas Sukidi
seorang mahasiswa yang aktif dalam pecinta lingkungan. Mereka berdua berada di
pihak kontra dalam pembangunan Malang Kota Kotak ini.
Selamat
siang Ibu Prem dan mas Sukid?
Ibu Prem & Mas Sukid: Selamat siang
mbak..
Latifah:
Bagaimana perjalan Ibu Prem dan Mas Sukid menuju kemari? Bukankah jalan
sepanjang DPRD ramai karena para pendemo?
Ibu Prem: Yah lumayan bikin macet mbak.. Mahasiswa banyak yang ijin
demo, aparat kepolisian banyak digerakkan ke gedung DPRD untuk menertibkan
pendemo, dan para pengguna jalan yang tertarik, berhenti untuk melihat.
Waduuh.. rame mbak..
Mas Sukid: Kalau saya sih lancar saja, soalnya sudah dari kemarin
bermalam di rumah belakang studio ini. (Senyum-seyum sambil sesekali membenahi
kemeja dan rambutnya <grogi masuk tv>)
Latifah: Syukurlah anda berdua bisa hadir. Untuk Ibu Prem,
sebagai dosen yang peka terhadap perubahan di lingkup pendidikan serta berperan
aktif di dalamnya, menurut anda pembangunan MALANG KOTA KOTAK di kawasan
pendidikan ini akankah menimbulkan hal positif atau negatif?
Ibu Prem: Hem,, saya tidak terlalu yakin. Tapi Jika menilik
keberadaannya di area pendidikan yaitu UM, smp 4, SMK, dan UB di sebelah barat
depan serta MAN 3, MTS 1, dan MI di sebelah timur ya pasti berpengaruh bagi para pelajarnya. Bukannya
meragukan kemampuan para pelajar kita dalam mengatur skala prioritas, namun
mereka masih muda, masih labil. Selain itu, seperti yang sedang kita semua waspadai
secara hukum, Malang Kota Kotak melanggar Perda Nomor 7
Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang.
Latifah: Memang secara hukum, pembangunan
MATOS menempati ruang yang semestinya merupakan ruang untuk pengembangan
pendidikan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana yang telah diatur dalam
Perda No. 07 tahun 2001 tentang Rencana Tata ruang dan wilayah. Nah, mas Sukid, mengenai dampak pembangunan Malang Kota Kotak
terhadap lingkungan bagaimana pendapat Mas Sukid?
Mas Sukid: Pembangunan
MATOS memang mengambil ruang terbuka hijau (RTH) yang mempunyai fungsi sebagai
paru-paru Kota dan penyangga ekosistem dan tempat bagi berkembangnya plasma
nutfah yang menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
daya Hayati dan Ekosistem harus dilindungi keberadaannya. Menurut saya, Matos
tidak seharusnya dibangun di lahan tersebut.
Latifah: Apa
benar tidak ada sisi positif dari mall di area RTH dan lingkungan pendidikan
ini? Bagaimana… ehm Ibu Prem dulu aja..
Ibu Prem: Saya belum tahu ya mbak, masalahnya kita lebih dulu
melihat kemungkinan dampak buruknya bagi lingkungan dan pendidikan.
Latifah: Kalau
untuk mas Sukid?
Sukidi: Ini
bukan tentang batasan umur ya, tapi bagi pemuda-pemudi adanya mall di tengah
kesibukan belajar bisa menghilangkan stress dan pelampiasan keinginan belanja.
Tapi kembali pada masing-masing pribadi, keberadaan mall juga bisa merugikan
karena menimbulkan bakat konsumerisme.
Latifah: Hem,..
ini masuk akal juga. Jadi menurut mas Sukid seandainya MALANG KOTA KOTAK
selesai dibangun, masalah yang sedang kita bahas tanpa henti setiap hari ini
akan menghilang begitu saja?
Sukidi: Eh…
saya belum berani memastikan itu..
Ibu Prem: Menurut sepemahaman saya sesuai yang dikemukakan bang
Sukid ini, kemungkinan besar benar apa yang dikatakan mbak Latifah.
Latifah: Wah..
menarik sekali.. (jeda sebentar, Latifah mendengar intruksi dari earphone yang
dipakainya lalu mengangguk-angguk) Ada berita masuk dari reporter di lapangan
namun sayangnya ada masalah teknis sehingga kita tidak bisa melihat langsung.
Teman saya melaporkan bahwa kondisi di depan DPRD tiba-tiba tidak terkendali. Tadinya
unjuk rasa berjalan lancar dan kondusif, namun tiba-tiba beberapa orang bukan
dari golongan mahasiswa mendekati pemimpin unjuk rasa dan mengobrol sebentar
tiba-tiba terjadi cek-cok yang kemudian mengakibatkan pemukulan terhadap mahasiswa
tersebut.
Latifah: Acara
diskusi MALANG KOTA KOTAK hari ini cukup sampai di sini, selanjutnya aka nada
berita yang terkini lainnya. Terima kasih Ibu Prem dan Mas Sukid atas
kehadirannya (menyalami ibu Prem dan Sukidi).
Panggung
dibereskan, di tata segala rupa hingga terlihat festival Ngalam Tempo Dulu
lengkap dengan isinya.
TAHUN
2005 PEMBANGUNAN MALANG KOTA KOTAK ALIAS
MALANG TOWN SQUARE KHATAM. ENTAH CARA MACAM APA YANG DITEMPUH OLEH PAK WALUYO
DAN PAK SIGIT. TAPI DARI DESAS DESUS YANG BELUM BISA DIPASTIKAN KEBENARAN SUMBERNYA,
ADA INDIKASI KKN OLEH WAKIL RAKYAT. IRONI YANG KITA, MASYARAKAT KOTA MALANG
HADAPI ADA DI DEPAN KITA: DAHULU MATOS DIPROTES, DAN SEKARANG? KITA
MEMBANGGAKANNYA. BAGIAN MANA YANG SALAH? NAMUN KENAPA BEGITU KONTRAS?
Latifah,
Sukidi, Ibu Prem malam jauh setelah Matos berdiri mengunjungi Ngalam Tempo Dulu
tanpa menyadari satu sama lain. Namun ketika ketiganya bertemu tiba di stand
anak Latifah, mahasiswa jurusan Seni dan Desain Grafis, masing-masing kaget.
Entah harus malu karena tindakan yang bertolak belakang dengan masa lalu
ataukah senang karena bisa bertemu kembali.
DOKUMENTASI FOTO
dari kiri: Kuro, Hamim-Didit, Emy-Yasmin, dan Agnes. Usai drama.. |
Didit/Hamim mendadak artis |
Ini komposisinya bikin iri.. Hehehe, mau dong gantiin Kuro.. |
Dari kiri: Latifah, Ibu Prem, mas Sukid, me-operator. Serius: membahas matos di studio tv |
Narator kita: Novi... |
Hiyaaaa..... bingung,festival itu ngapain ya... Mendadak grogi nih, jadi kagok, hahah |
Sesi foto bersama Bu Mimien |
Mas Sigit dengan sebaris motto di dadanya.. hahaha |
Mas Sigit balik badan abis meeting dengan pak Waluyo |
Cieeeilaaah,, gayanya bang Waluyo ini... |
Hai... Anissa pegang kendali ppt setting tempat drama dulu yaaa.. |
Sesi awal: Latifah, Yasmin, Didit, dan Harti |
Terik mentari menyengat kulit, la wong mataharinya sedekat ini... Bikin haus aja, minum dulu dit.. |
Yasmin pusing nyari ide |
Pengenalan tokoh: Didit narsis iiih... |
0 comments:
Posting Komentar